Rabu, 03 Oktober 2012

Anak Cacat Dan Miskin Yang Dermawan



Saya melihat sebuah artikel dengan foto yang sangat menyentuh hati. Anak dalam cerita ini memperlihatkan dua hal. Yang pertama, kekurangan fisik bukanlah halangan untuk memiliki kebesaran hati dan berbuat baik. Kedua, kemiskinan bukanlah halangan untuk berbagi. Semoga cerita ini bisa membawa inspirasi buat kita semua.
Ada seorang anak yang kurus tinggal tulang berbalut kulit, yang rambutnya sendiri pun sudah menguning mungkin akibat terpaan sinar matahari dan malnutrisi, menyeret-nyeret tubuhnya. Kakinya cacat. Dia memegang sebuah mangkuk besi.
Anak itu merangkak di depan meja yang bertuliskan “donasi”. Orang-orang berpikir: “Ia akan lewat.” Sebagian lagi berpikir bahwa anak ini minta diberikan sumbangan.
Tapi selanjutnya merupakan kejadian yang tak terduga!
Dia berkata pada orang-orang dewasa itu, “Saya ingin menyumbang!”
Ia pun menuang koin dari mangkuknya. Para petugas mengulurkan tangan ingin membantu, tapi dia ingin melakukannya dengan tangannya sendiri.
Mereka semua tak bisa berkata-kata karena ia memberikan semua yang diperolehnya kepada Lembaga Amal dengan usahanya dan dengan tangannya sendiri.
Tapi ternyata tak hanya itu.
“Saya masih punya uang lagi.” Ia berkata dengan antusias sambil merogoh saku celananya.
Ia mengambil beberapa lembar uang dan kemudian menyumbang…lagi!


Dalam hati saya berteriak, “Aduh adik ini. Jangan-jangan dia sudah menyumbang semua uangnya!”
Bagaimana orang yang menurut standar normal miskin itu ternyata begitu kaya hatinya?
Memang kita jangan pernah memandang rendah orang lain. Tapi terlebih lagi, jangan kita memandang rendah diri sendiri. Kita kadang tidak dapat memilih apakah kita bisa punya kekayaan materi, kita juga tidak bisa memilih kondisi tubuh kita, tapi kita selalu bisa memilih untuk memiliki kekayaan hati. Anak ini telah menunjukkan hal ini kepada kita semua.
Aduh, mata saya sampai berair-air melihat dia. Sungguh kagum. Melihat wajahnya, tubuhnya, kondisinya, rasanya jika berpas-pasan di jalan, mungkin aku akan merasa iba. Tapi dengan ini, aku baru sadar dia bukan orang yang perlu dikasihani karena dia sudah begitu kaya. Tapi dia perlu dikasihi agar dia dapat berbagi lagi dengan orang lain.
Orang bijak mengatakan
”Sesungguhnya jika kita berbuat kebaikan, kita bukan hanya menolong orang lain atau mahkluk lain. Sesungguhnya kita sedang membantu diri sendiri agar lebih bahagia. Temukanlah kebahagiaan dengan memberi.”
Adik itu saja bisa. Kita juga pasti bisa. Semoga rekan-rekan semua semakin bersemangat menjalani hari.
Jika Anda tersentuh dengan cerita di atas, tolong “share” cerita ini ke teman-teman yang lain agar mereka juga dapat memetik hikmah yang ada pada cerita di atas. Semoga dapat bermanfaat bagi kehidupan kita, terimakasih.
(Sumber: epilepsiindonesia.com)